Mengapa Aku Disuruh Terus? Inilah Kesalahan Orangtua pada Anak yang Rajin

Selasa, 28 Juni 2016


Topeta - “Tolong ya, Rin, ambil minum buat Ayah!”

“Iya, Bu!”

Dengan sigap, Rina, anak ketiga dari lima bersaudara Bapak dan Ibu Priyo, mengambilkan minuman hangat untuk ayahnya yang baru pulang dari kantor.

“Rin sayang, sekalian tolong ambil kue di atas kulkas. Tapi pindahkan dulu ke piring cokelat, letakkan tisu di atasnya, jangan lupa garpu kecilnya.” Bu Priyo memberikan instruksi lagi. Rina dengan lincah dan sabar menurutinya.

Sementara di ruang keluarga, anak-anak Bu Priyo yang lain asyik dengan pekerjaannya masing-masing. Andi, anak pertama, sibuk dengan laptopnya. Sari, anak kedua, asyik dengan ponsel pintarnya. Aisyah, anak keempat, lagi main congklak sendiri; sedangkan si bungsu Anto sedang menggambar. 

“Rin, setelah ini kamu ke rumah Bu Jono. Tolong berikan amplop ini ke beliau, bilang ini sisa uang arisan bulan lalu dan minta tanda terima, ya.” Lagi-lagi Bu Priyo menyuruh Rina. Tanpa berkata-kata, Rina mengambil sepeda lalu bergegas keluar rumah untuk melakukan apa yang diperintahkan ibunya.

Apakah aku anak tiri, kok, aku terus yang disuruh? Mentang-mentang aku enggak punya laptop dansmartphone sehingga aku terlihat enggak sibuk. Seharusnya, kan, Kak Andi dan Kak Sari bisa membantu juga. Ibu tidak adil. Rina hanya mampu membatin. Ia tak berani menyampaikan uneg-uneg tersebut. Selama ini Rina memang selalu mengerjakan perintah ibunya tanpa membantah, berbeda dengan kakak-kakaknya yang selalu beralasan tiap kali disuruh melakukan sesuatu.

Peristiwa semacam itu mungkin terjadi pula dalam keseharian kita. Karena sibuk dengan banyak hal, orangtua meminta bantuan anak-anaknya untuk menyelesaikan beberapa urusan.

Namun di era teknologi seperti saat ini, anak sering enggan dimintai tolong orangtuanya. Apalagi jika mereka tengah asyik dengan laptop, televisi, ponsel pintar, atau game PSP-nya. Jangankan membantu, diajak bicara pun mereka tampak kesal sehingga tak jarang memicu pertengkaran orangtua dan anak.

Mungkin, karena malas berdebat yang hanya menguras energi dan pikiran, Bu Priyo lebih suka menyuruh anak yang paling sabar dan tidak pernah membantah. Akhirnya, Rina-lah yang selalu kena getahnya. Bu Priyo tidak tahu, Rina sebenarnya jengkel. Tapi karena khawatir ibunya marah, ia jalani semua perintah itu meski terkadang ingin menangis.

Tanpa sadar Bu Priyo melakukan dua kesalahan, yaitu tidak adil pada anak-anaknya dan membiarkan anak terjerat teknologi sehingga membuat mereka lupa waktu dan bersikap kurang ajar pada orangtua. Sebaiknya orangtua segera menyadari tindakannya ini agar tak menuai dampak buruk di hari kemudian. 


sumber : ummionline
loading...
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar test